HIMPUNAN LEMBARAN DAERAH
KABUPATEN WONOSOBO TAHUN 2011
Wonosobo - Dalam rangka meningkatkan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum di Kabupaten Wonosobo sesuai Keputusan Presiden Nomor 91 Tahun 1999 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional dan Peraturan Presiden RI Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan, Bagian Hukum Setda Kabupaten Wonosobo menerbitkan Himpunan Lembaran Daerah Kabupaten Wonosobo Tahun 2011 yang berisi Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo meliputi :
- Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.
- Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 7 Tahun 2009 tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Dokumentasi Kependudukan dan Akte Pencatat Sipil.
- Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 8 Tahun 2009 tentang Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum .
- Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 9 Tahun 2009 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan pada Pusat Kesehatan Masyarakat dan Laboratorium Kesehatan Daerah.
- Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 10 Tahun 2009 tentang Retribusi Pasar.
- Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 1 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Wonosobo Tahun 2005-2025.
- Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
- Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 3 Tahun 2010 tentang Kerjasama Daerah.
- Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pembentukan dan Pengelolaan Barang Milik Daerah.
- Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pembentukan Lembaga Kemasyarakatandi Kelurahan.
- Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 6 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penyerahan Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Wonosobo Kepala Desa.
KEGIATAN SOSIALISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Wonosobo - Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang yang mempunyai sifat atau karakteristik tertentu sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang.Barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup dan pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Secara kategorial cukai adalah salah satu jenis pajak, yaitu kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan dipergunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Beberapa jenis pajak lain yang dikenal di Indonesia adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn & PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Secara teoritik, setelah Indonesia merdeka, berbagai aturan mengenai cukai tersebut masih tetap berlaku berdasarkan Aturan Peralihan Pasal I UUD 1945 yang menyatakan : ” Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini”.
Dalam perjalanan waktu, Indonesia memberlakukan Undang-undang Cukai sebagai bentuk pembaharuan terhadap ordonansi, pada tanggal 30 Desember 1995 melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Untuk mengakomodir perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tersebut di amandemen (diubah dan ditambah) dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Pertimbangan yang menjadi dasar amandemen tersebut adalah hal-hal sebagai berikut :
- Ada beberapa hal yang belum tertampung dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 dalam rangka memberdayakan cukai sebagai salah satu sumber penerimaan negara
- Bahwa pemerintah perlu untuk melakukan penegasan terhadap batasan pengenaan cukai, sehingga memberikan kepastian hukum dalam upaya untuk menambah dan memperluas objek cukai
- Pemerintah merasa perlu untuk menyempurnakan sistem administrasi pungutan cukai, peningkatan penegakan hukum (law enforcement) dan penegasan pembinaan pegawai dalam rangka tata pemerintahan yang baik (good governance)
Dengan demikian hukum positif (yaitu hukum yang berlaku di Indonesia saat ini) tentang cukai adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 jo. Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007, yang selanjutnya disebut Undang-undang Cukai.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai yang selanjutnya diubah dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 mengatur segala hal yang terkait dengan cukai sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik sesuai dengan undang-undang yang merupakan penerimaan negara guna mewujudkan kesejahteraan bangsa, keadilan dan keseimbangan.
Satu hal baru yang dikemukakan dan diatur dalam Undang-undang Cukai adalah bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana diatur dalam Pasal 66 A sampai dengan Pasal 66 D Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007. Terhadap bagi hasil cukai hasil tembakau ini diatur dengan pokok-pokok sebagai berikut :
- Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2 % (dua perseratus) yang digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan / atau pemberantasan barang-barang cukai illegal.
- Alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan cukai hasil tembakau pada tahun berjalan.
- Gubernur mengelola dan menggunakan dana bagi hasil cukai hasil tembakau dan mengatur pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau kepada bupati/walikota di daerahnya masing-masing berdasarkan besarnya kontribusi penerimaan cukai hasil tembakaunya.
- Pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau dilakukan dengan persetujuan Menteri Keuangan dengan komposisi 30% (tiga puluh perseratus) untuk provinsi penghasil, 40% (empat puluh perseratus) untuk kabupaten/kota penghasil, dan 30 % (tiga puluh perseratus) untuk kabupaten/kota lainnya.
- Penyaluran dana bagi hasil cukai hasil tembakau dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah provinsi dan ke rekening kas umum daerah kabupaten/kota
- Menteri melakukan pemantauan dan evaluasi atas penggunaan anggaran peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan dibidang cukai, dan/atau pemberantasan barang-barang cukai ilegal.
- Apabila hasil pemantauan dan evaluasi atas penggunaan anggaran peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan dibidang cukai dan/atau pemberantasan barang-barang cukai illegal yang berasal dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau mengindikasikan adanya penyimpangan pelaksanaan, akan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau dapat diberikan sanksi berupa penangguhan sampai dengan penghentian
- Menteri Keuangan menerima pendelegasian pengaturan mengenai pemberian sanksi atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau.
Sebagaimana diketahui, Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sesuai Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai digunakan untuk mendanai (1) peningkatan kualitas bahan baku; (2) pembinaan industri; (3) pembinaan lingkungan sosial; (4) sosialisasi ketentuan di bidang cukai; (5) pemberantasan barang kena cukai ilegal. Selanjutnya dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 20/PMK.07/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau kelima jenis penggunaan tersebut dirinci menjadi 21 jenis kegiatan.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Staf Ahli Kabupaten Wonosobo, Bagian Hukum adalah merupakan 1 (satu) dari 9 (sembilan) Bagian yang ada di Sekretariat Daerah Kabupaten Wonosobo, dengan tugas pokok dan fungsi yang telah dijabarkan dalam Peraturan Bupati Wonosobo Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pedoman Tugas Pokok Dan Fungsi Serta Uraian Tugas Jabatan Perangkat Daerah Kabupaten Wonosobo, yang mana salah satu tugas pokok dan fungsi Bagian Hukum adalah menyebarluaskan peraturan perundang-undangan melalui media cetak, elektrik maupun media lainnya.
Untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan serta untuk menggali potensi negara melalui cukai sangat perlu untuk disosialisasikan agar semua masyarakat mengerti, selanjutnya mematuhi dan melaksanakan.
DASAR PELAKSANAAN
- Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
- Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang cukai
- Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau
- Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 20/PMK.07/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau
- Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di Provinsi Jawa Tengah
- Peraturan Bupati Wonosobo Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pedoman Tugas Pokok Dan Fungsi Serta Uraian Tugas Jabatan Perangkat Daerah Kabupaten Wonosobo
- Peraturan Bupati Wonosobo Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau di Kabupaten Wonosobo
MAKSUD DAN TUJUAN
1. Maksud
Maksud diselenggarakannya kegiatan sosialisasi peraturan perundang-undangan tentang cukai adalah memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada peserta agar peserta mengetahui tentang percukaian di Indonesia , antara lain pengertian cukai, latar belakang pemberlakuan Undang-undang cukai, tarif cukai, bagi hasil cukai hasil tembakau, pengenalan pengertian serta upaya penanganan rokok ilegal serta sanksi terhadap pelanggaran ketentuan cukai hasi tembakau.
2. Tujuan
Tujuan diselenggarakannya kegiatan sosialisasi peraturan perundang-undangan tentang cukai adalah agar masyarakat mengetahui, memahami dan mematuhi ketentuan cukai.
URAIAN KEGIATAN
Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan tentang cukai tembakau tahun 2011 dilaksanakan bulan September 2011 di 4 (empat) kecamatan di Kabupaten Wonosobo, yaitu Kecamatan Kertek, Kecamatan Kalikajar, Kecamatan Kepil, dan Kecamatan Sapuran. Peserta terdiri dari Perangkat Desa/BPD, petani tembakau, pelaku industri/pedagang tembakau/rokok dan organisasi masyarakat/pemuda di wilayah Kecamatan masing-masing. Dengan Narasumber dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Yogyakarta, Biro Hukum, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Wonosobo, Kepolisian Resort Wonosobo, Kejaksaan Negeri Wonosobo, Pengadilan Negeri Wonosobo.
Wonosobo - Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan, pemerintah daerah wajib menyebarluaskan peraturan daerah yang telah diundangkan dalam lembaran daerah.
Perpres ini memberi amanah bahwa kebijakan pemerintah daerah yang tertuang dalam peraturan daerah tidak hanya berlaku sebagai hukum positif tetapi juga menjadi hukum yang hidup dan memiliki daya laku secara efektif di masyarakat.
Dengan telah ditetapkannya Peraturan Daerah terkait Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pemerintah Kabupaten Wonosobo melalui Bagian Hukum Setda Kabupaten Wonosobo telah melaksanakan Sosialisasi Peraturan Daerah untuk memaksimalkan kinerja dalam pelayanan publik terkait pajak daerah dan retribusi daerah. Peraturan Daerah tersebut meliputi Perda Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, Perda Nomor 12 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Perda Nomor 13 Tahun 2010 tentang PBB Perdesaan dan Perkotaan, dan Perda Nomor 14 Tahun 2010 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum.
Banyak perubahan peraturan yang belum diketahui dan dipahami dengan baik oleh Kades dan Kepala SKPD di Kabupaten Wonosobo, sehingga sosialisasi ini menjadi penting, selain itu untuk memberi landasan hukum guna memfokuskan wilayah kerjanya, seperti disampaikan Asisten Administrasi Sekretaris Daerah Sumaedi, S.H., M.Si, dalam pembukaan Sosialisasi Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Tahun 2011 di Sasana Adipura, (13/6/2011).
Asisten Administrasi mengharapkan, kepada narasumber agar menyampaikan informasi secara jelas sehingga dapat menghindari terjadinya kesimpangsiuran dalam memaknai perda dimaksud. Dengan demikian dalam tataran pelaksanaan dan penegakan perda diharapkan dapat berjalan secara efektif.
Kepala Bagian Hukum Setda, Suharyanto, S.H., M.Si selaku moderator Sosialisasi Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Tahun 2011 mengatakan, tujuan sosialisasi ini supaya masyarakat dan SPKD dapat mengerti dan memahami terhadap peraturan daerah yang ada, sehingga peraturan tersebut dilaksanakan secara konsisten. "Diharapkan tiap SKPD ada pegawai lulusan sarjana hukum agar penguasaan hukum lebih maksimal," ujarnya.
Sosialisasi yang melibatkan Kepala SKPD, camat, lurah/kades se-Kabupaten Wonosobo, dihadiri oleh Narasumber yang terdiri dari Komisi A DPRD, DPPKAD, serta Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Wonosobo.
PENYULUHAN HUKUM TERPADU TAHUN 2011
Wonosobo - Dalam rangka meningkatkan kesetaraan hak dan kewajiban dimuka hukum serta meningkatkan pemahaman dan kesadaran hukum aparatur pemerintah dan masyarakat di Kabupaten Wonosobo serta untuk mewujudkan visi Bagian Hukum Setda Kabupaten Wonosobo melaksanakan Penyuluhan Hukum Terpadu yang memfokuskan kegiatannya pada pemahaman dan kesadaran hukum aparatur pemerintah dan masyarakat di Kabupaten Wonosobo yang dilaksanakan pada tanggal 7-9 Juni 2011 dan 14-15 Juni 2011 di 5 Kecamatan. Dalam kesempatan ini, hadir mewakili Bupati Wonosobo yang sekaligus membuka secara resmi kegiatan penyuluhan hukum terpadu adalah Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Wonosobo Suharyanto, S.H., M.Si.
Pada hari pertama pelaksanaan penyuluhan hukum terpadu, antusiasme dan respon positif masyarakat terhadap kegiatan ini ditunjukkan dengan banyaknya peserta yang hadir di Aula Kecamatan Mojotengah, pada hari Selasa (7/6), pukul 09.00 WIB. Mereka yang menjadi peserta penyuluhan adalah perwakilan dari masing-masing desa/kelurahan yang terdiri dari Kepala Desa/Lurah, Sekretaris Desa/Sekretaris Kelurahan, unsur BPD, Tokoh masyarakat/pemuda serta PKK.
Agenda penyuluhan yang akan berlangsung selama lima hari ini menghadirkan pembicara dari instansi terkait yang berhubungan dengan proses penegakan hukum di masyarakat, yaitu pihak Polres, Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negeri, serta dari Komisi A DPRD. Pembicara yang dihadirkan dihari pertama kegiatan ini adalah Kejaksaan Negeri Wonosobo yang menyampaikan materi tentang UU No.23 Tahun 2004 tentang Pemberantasan KDRT, Polres Wonosobo dengan materi UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pengadilan Negeri Wonosobo dengan materi Pemberantasan KDRT serta Komisi A DPRD dengan materi Tugas dan Wewenang DPRD.
Dalam sambutannya, Suharyanto, S.H., M.Si menyampaikan rasa bangga dan apresiasi atas respon positif yang ditunjukkan oleh peserta yang hadir. Beliau juga berharap kegiatan ini dapat dijadikan sebagai momentum strategis untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan dari narasumber yang hadir, sehingga nantinya dapat memberi arah bagi penegakan hukum di Kabupaten Wonosobo. “Mari kita tanyakan hal-hal yang berkaitan dengan hukum yang kiranya masih terasa samar-samar selama ini”, imbuhnya.
Menurut rencana, untuk kegiatan yang dijadwalkan selama 5 hari ini selanjutnya akan dilaksanakan di Kecamatan Kalibawang, Kecamatan Kejajar, Kecamatan Garung dan Kecamatan Selomerto.
Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Wonosobo, Suharyanto, S.H., M.Si selaku moderator dalam Penyuluhan Hukum Terpadu Tahun 2011 menegaskan bahwa dalam era reformasi dan transparansi saat ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Bahkan perubahan yang dilakukan kadang terkesan tanpa memperhatikan norma hukum yang ada. Untuk itu hukum harus selalu dikedepankan. Dengan dilaksanakannya penyuluhan hukum terpadu diharapkan akan menciptakan pemahaman, kesadaran dan ketaatan hukum bagi aparatur pemerintah dan masyarakat demi tegaknya supremasi hukum.
“Kita semua menginginkan Kabupaten Wonosobo selalu dalam kondisi yang aman terkendali. Oleh karenanya, semua unsur dan masyarakat harus berperan aktif menjaga stabilitas keamanan wilayah. Yang pasti pemerintah Kabupaten Wonosobo mengharapkan dengan kegiatan penyuluhan ini dapat memberikan manfaat berupa peningkatan kesadaran hukum menuju tercapainya visi misi Kabupaten Wonosobo,” jelasnya.
JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM (JDIH)
Keberadaan jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional merupakan prasyarat untuk mewujutkan ketatapemerintahan yang baik, bersih dan bebas dari korupsi. Hal ini diyakini karena dengan kemudahan akses terhadap dokumentasi dan informasi hukum akan tercipta kepastian hukum, transparan si dan akuntabilitas penyelenggaraan kepemerintahan. Dengan kemudahan akses informasi hukum dapat meningkatkan pengetahuan hukum para aparatur negara, penegak hukum kalangan akademisi dan berbagai profesi hukum lainya serta masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesadaran dan ketaatan terhadap hukum. Penyediaan Dokumentasi dan Informasi Hukum yang lengkap, akurat, mudah, dan cepat juga penting dalam menunjang pembentukan dan pembangunan hukum nasional melalui kegiatan Penelitian dan Pengkajian Hukum Nasional / PROLEGNAS/PROLEGDA, perancangan dan Harminisasi peraturan perundang-undangan serta penyuluhan hukum masyarakat.
Pada era keterbukaan informasi ini merupakan berhak atas informasi hukum yang berkualitas, akurat, disajikan tepat waktu dan dengan biaya yang serendah-rendahnya. Pengguna informasi sangat mengandalkan pada penguasa informasi, akan tetapi dalam kenyataan, kadang kita menyaksikan penyebarluasan informasi hukum tidak merata, tidak lengkap dan tidak cepat sehungga keputusan yang diambil pejabat penyelenggara negara kurang optimal. makin banyak dan kompleknya jenis dan bentuk peraturan, makin sulit pula informasi hukum dikuasai dan dipahami oleh setiap orang. Padahal teori fiksi hukum mengganggap setiap orang sudah mengetahui hukum, sedangkan pihak yang mengetahui materi suatu peraturan yang sudah diundangkan dalam lembaran Negara/Daerah adalah kalangan yang sangat terbatas. Untuk mengatasi semua ini diperlukan penyebarluasan informasi hukum kepada khalayak yang lebih luas lagi dengan memanfaatkan jasa Teknologi Informasi dan Komunikasi. Penyajian layanan informasi hukum yang lengkap, akurat dan ludah serta cepat diaksesmerupakan kunci dalam pengambilan keputusan yang cepat dan tepat terutama dalam pengelolaan tata pemerintahan.
Dengan diperlakukannya Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 tentang Jaringan Dokumentasi dan informasi Hukum Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012) sebagai pengganti Keputusan Presiden Nomor 91 Tahun 1999 tentang JDIHN dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dan kemanfaatan pengelolaan JDIHN.
PENGERTIAN
Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional yang selanjutnya disingkat JDIHN adalah wadah pendayagunaan bersama atas dokumen hukum secara tertib, terpadu dan berkesinambungan, serta merupakan sarana pemberian pelayanan informasi hukum secara lengkap, akurat, mudah dan cepat. Oleh karenanya perlu dibangun suatu kerjasama dalam bentuk jaringan dokumentasi dan informasi hukum nasional terpadu dan terintegrasi melalui penyusunan dan pembangunan suatu sistem bersama, penetapan standar pelayanan bagi akses terhadap informasi hukum yang ada, serta koordinasi, monitoring dan evaluasi pelaksanaannya.
ORGANISASI JDIHN
- Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) ditetapkan sebagai Pusat JDIHN dengan anggota Biro Hukum Kementerian, Sekretariat Lembaga Negara, LPNK, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/kota, Sekretariat DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota, Perpustakaan Hukum pada Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta serta lembaga lain yang bergerak di bidang pengembangan dokumentasi dan informasi hukum yang ditetapkan oleh menteri di bidang hukum.
- Biro Hukum Setda Provinsi sebagai pusat JDIH di Organisasi JDIH Pemerintah Daerah dengan anggota Kabupaten/kota, SKPD-SKPD, Dinas Daerah dan Instansi vertikal.
- Bagian Hukum Kabupaten/Kota sebagai pusat JDIH diorganisasi JDIH Pemerintah Kabupaten/Kota yang beranggotakan Kecamatan-Kecamatan dan Kelurahan, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Instansi Vertikal.
TUGAS PUSAT JDIHN
Pusat JDIHN bertugas melakukan pembinaan, pengembangan dan monitoring pada anggota JDIHN yang meliputi Organisasi, SDM, Koleksi Dokumen Hukum, Teknis Pengelolaan, Sarana Prasarana, Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
TUGAS ANGGOTA JDIHN
- Melakukan pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum yang diterbitkan oleh instansinya.
- Pengertian : Pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, pelestarian, dan pendayagunaan informasi dokumentasi hukum.
- menyediakan sarana dan prosarana, SDM, dan anggota.
IMPLEMENTASI PERPRES 33 TAHUN 2012 BAGI ANGGOTA JDIHN
- Membentuk organisasi jaringan dokumentasi dan informasi hukum di lingkungannya (Pasal 5 ayat (1) Perpres);
- Menyampaiakan laporan setiap tahun di bulan desember kepada Pusat JDIHN (pasal 10 ayat (2) huruf f Perpres);
- Dalam melaksanakan tugas dan fungsi berpedoman pada standar pengelolaan dokumen pada standar pengelolaan dokumentasi dan Informasi Hukum (Pasal 11 Perpres).
PEMBINAAN ANGGOTA JDIHN
- Pertemuan Berkala
- Sosialisasi
- Bimbingan Teknis (Bintek)
- Rapat Koordinasi / Konsultasi
- Penerbitan dan Publikasi Hukum
- Monitoring dan Evaluasi
KEGIATAN JDIH DI KABUPATEN WONOSOBO TAHUN 2013
1. Mengikuti Pertemuan Berkala yang diselenggarakan Oleh BPHN di Surabaya:
I.
Waktu Pelaksanaan
Hari : Selasa s/d Kamis
Tanggal : 16 s/d 18 April 2013
Tempat : The Empire Palace Hotel
Jalan
Blauran Nomor 57- 75 Surabaya
II. Dasar Pelaksanaan
1. Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
2. Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
3. Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
4. Peraturan
Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan
Penyebarluasan
Peraturan Perundang-undangan
5. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012
tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi
Hukum Nasional
6. Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : 2 Tahun 2013 tentang
Standarisasi
Pengelolaan Teknis Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional
7. Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : PHN.47-HN.02.01 tentang tentang
Pertemuan
Berkala Kegiatan Dokumentasi dan Informasi Hukum Tahun 2013.
III. Peserta
Pertemuan Berkala dihadiri oleh para pejabat dan
pengelola dokumentasi dan informasi
hukum se Indonesia yang terdiri dari :
- Lembaga Tinggi Negara ( MA RI, DPR RI, BPK RI )
- 25 (duapuluhlima) Kementerian
- (duapuluhsatu) Lembaga Non Kementerian / Badan Negara
- 24 (duapuluhempat) Kanwil Kementerian Hukum dan HAM
- 29 (duapuluhsembilan) Biro Hukum Provins
- Pemerintah Kabupaten/Kota di provinsi se Indonesia
- Sekretariat DPRD
- 32 (tigapuluhdua) Perpustakaan Universitas Negeri
- 4 (empat) peserta tambahan yaitu dari Sekretariat DPRD Kabupaten dan Universitas Panca Bhakti
a. Materi Pertemuan
1. Kebijakan Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam Pembinaan
dan Pengembangan
Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasioal
Oleh : Dr.
Wicipto Setiadi, SH.MH
(Kepala BPHN Kementerian Hukum & HAM RI)
2. Pengelolaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum
Nasional di Provinsi Jawa
Timur sebagai Anggota JDIH Daerah
Oleh : Dr. H. Rasiyo, Msi
(Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi
Jawa Timur)
3.
Perencanaan Program Pengembangan Jaringan Dokumentasi dan
Informasi
Hukum Nasional Pasca Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 tentang
Jaringan
Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional
Oleh : Dr. Diani Sadiawati, SH.LLM
(Direktur Analisa Peraturan Perundang-undangan BAPPENAS)
4. Pengelolaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum
Nasional dalam rangka
peningkatan pelayanan publik
Oleh : Gregory Churchill JD (Konsultan Hukum)
5. Pengelolaan JDIHN di BPHN sebagai Pusat Jaringan dan Implementasi Peraturan
Presiden Nomor 33 Tahun 2012 tentang Jaringan Dokumentasi dan Inmformasi
H Hukum
Nasional.
Oleh : Suradji, SH.Mhum
(Kepala Pusat Dokumentasi dan Jaringan Informasi Hukum
Nasional BPHN)
6. Peran Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM sebagai Pusat Pelayanan
Hukum
Terpadu (Law Center)
Oleh : Indro Purwono, SH.MH
(Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa
Timur)
7. Pemanfaatan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) berbasis
Teknologi
Informasi dan Komunikasi di Bidang Pengawas Tenaga Nuklir
Oleh : Ir. Berthie Isa
(Kepala Biro Hukum dan Organisasi Badan Pengawas Tenaga
Nuklir)
8. Pengelolaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional di
Perpustakaan
Hukum Universitas Airlangga
Oleh : Nurul Barizah, SH. LL. M. Ph.
(Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas
Airlangga)
9. Pengelolaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional di Kota
Tanggerang
sebagai Anggota JDIH Daerah.
Oleh : Dr. H. Hari Mulyazein, Msi
(Setda Kota Tangerang)
b. Materi Pelatihan Pengelolaan JDIH
1. Pembuatan Daftar Inventarisasi, Katalog dan Abstrak Peraturan
Perundang-undangan
Oleh : Indyah Respati, SH
(Pustakawan Madya BPHN)
2. Penelusuran Peraturan Perundang-undangan secara online
Oleh : Pularjono, S.Sos.Msi
(Kepala Sub Bidang Database dan Dok. Hukum
BPHN)
V. Hasil
1. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 tentang JDHIN memberikan kepastian
dan
kemanfaatan JDIH serta meletakan landasan kuat dalam penyelenggaraan
ketatapemerintahan yang baik, transparan, efektif, efisien dan bertanggungjawab
2. (4) empat jalur penyebarluasan informasi yang menjadi tugas eksekutif dan
legislatif yaitu :
a. Jalur informasi tradisional
b. Elektronika ( radio, televisi, film )
c. Media Cetak
d. Media baru, berbasis internet Keempat jalur penyebarluasan informasi harus
digunakan
dengan cara simultan tidak berdiri sendiri, artinya bahwa pemakaian
jalur
penyebarluasan informasi harus disertai dengan pengetahuan yang dalam
tentang
kondisi subyek dan lokasi yang akan dijadikan sasaran penyebaran informasi.
3. Peran JDIH dalam pembangunan hukum kaitannya dengan penyusunan peraturan
perundang-undangan, yaitu (1) tahap pra-legislasi, (2) tahap legislasi dan (3)
tahap pasca
legislasi, sangat menonjol pada tahap pasca legislasi yaitu proses
akhir dari pembuatan
peraturan perundang-undangan adalah pengundangan dan
penyebarluasan peraturan
perundang-undangan. Dengan diundangkannya suatu
peraturan perundang-undangan maka
akan berlaku adagium hukum, yaitu bahwa
setiap orang dianggap tahu hukum yang
disahkan tersebut. Oleh karena itu
pemerintah wajib menyebarluaskan peraturan
perundang-undangan, karena dengan
penyebarluasan diharapkan masyarakat mengerti
dan memahami maksud yang
terkandung dalam peraturan perundang-undangan sehingga
dapat melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Tugas dan fungsi anggota JDIHN wajib berpedoman pada Standar Pengelolaan
Dokumentasi dan Informasi Hukum, yang bertujuan untuk : menciptakan keseragaman
pengelolaan bahan dokumentasi, mempercepat penemuan kembali bahan dokumentasi
dan meningkatkan pelayanan dan akses publik terhadap informasi hukum.
VI. Rekomendasi
1. Meningkatkan pemahaman mengenai tugas pokok
dan fungsi dokumentasi hukum
dengan melakukan sosialisasi, pendidikan/latihan
dan forum diskusi
2.
Membentuk dan meningkatkan kemampuan organisasi
dokumentasi dengan melakukan
peningkatan struktur organisasi dan eselonisasi
3. Meningkatkan kompetensi SDM dokumentasi hukum
dengan melakukan ketrampilan
melalui pelatihan, bimbingan teknis, forum
diskusi, seminar dan sejenisnya
4. Meningkatkan kemampuan koleksi melalui
pengumpulan dan pengadaan dokumen hukum
secara sistematis
5. Melengkapi pedoman teknis dokumentasi, sesuai
dengan perkembangan ilmu dan
teknologi khususnya pemanfaatan teknologi
informasi
6. Meningkatkan ketersediaan sarana dan
prasarana untuk mendukung penyelenggaraan
fungsi-fungsi dokumentasi dalam
rangka menyediakan akses informasi dalam suatu sistem
temu kembali di
perpustakaan, khususnya pengadaan komputer untuk melakukan otomasi
berbasis
database lokal dan berbasis website
7.
Meningkatkan alokasi dana agar mampu
mendukung penyediaan akses informasi berbasis
data base lokal maupun website
dan pemeliharaannya
8.
Memanfaatkan teknologi informasi untuk
mempercepat akselerasi pengelolaan informasi
dan memperluas jangkauan
penyebaran informasi hukum.
VII.
Tempat pelaksanaan pertemuan berkala tahun 2014 yang akan
datang ditetapkan di
Makasar Provinsi Sulawesi Selatan.
0 komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.